Rabu, 29 September 2010

Cinta = Penyakit ?


Halo sobat, sudah lama aku tidak nulis di blog. Hm, kali ini aku pengen membahas tentang cinta, love, amore, apa aja dech yang kalian suka menyebutnya.

Kenapa yaa, orang jatuh cinta suka melakukan hal-hal aneh bin ajaib binti gak jelas.. hihi . Suka terbayang-bayang, senyum-senyum gak jelas, suka mikirin si dia, suka cemburu gak ketulungan dan quote yang sering di gunakan sepanjang masa 'cinta itu buta'. Benarkah cinta itu buta? Hm ayo coba kita bedah cinta melalui sains =)

Menurut Helen Fisher ketika seseorang benar-benar sedang jatuh cinta dan tidak bisa berpikir yang lain, setidaknya ada 3 neurotransmiter yang terlibat dalam proses ini, yaitu adrenalin, serotonin, dan dopamin.

Adrenalin

Tahap awal ketika seorang jatuh cinta akan mengaktifkan semacam “fight or flight response”, yang akan meningkatkan pelepasan adrenalin dari ujung saraf. Adrenalin akan bertemu dengan reseptornya di persarafan simpatik, dan menghasilkan berbagai efek seperti percepatan denyut jantung (takikardi), aktivasi kelenjar keringat, menghambat salivasi, dll. Ini yang menyebabkan ketika seseorang secara tidak sengaja bertemu dengan seorang yang ditaksirnya, ia akan berdebar-debar, berkeringat, dan mulut jadi terasa kering/kelu.. Benar kan? :D

Dopamin

Helen Fisher meneliti pada pasangan yang baru saja "jadian" dan menemukan tingginya kadar dopamin pada otak mereka. Dopamin adalah suatu senyawa di otak yang berperan dalam sistem "keinginan dan kesenangan" sehingga meningkatkan rasa senang. Dan efeknya hampir serupa dengan seorang yang menggunakan kokain! Kadar dopamin yang tinggi di otak diduga yang menyebabkan energi yang meluap-luap, berkurangnya kebutuhan tidur atau makan, dan perhatian yang terfokus serta perasaan senang yang indah (exquisite delight) terhadap berbagai hal kecil pada hubungan cinta mereka. Dopamin juga merupakan neurotransmiter yang menyebabkan adiksi (ketagihan) termasuk adiksi dalam cinta. Seperti orang yang mengalami ketagihan cocain atau ekstasi. Secara neurobiologi keadaannya sama, yaitu level dopamin yang tinggi di otak.

Serotonin

Ketika jatuh cinta, kadar serotonin otak menurun. Kadar serotonin tersebut ditengarai sama rendahnya dengan kadar serotonion orang yang menderita gangguan obsesif-kompulsif (GOK). GOK merupakan suatu pengulangan dari pikiran-pikiran, kata-kata atau perbuatan-perbuatan yang nampak tak beralasan, dan walaupun disadari irrasionalitasnya, oleh yang bersangkutan tidak dapat dicegah atau dielakkan. Jadi sangat bisa dimengerti bila sedang jatuh cinta kadang-kadang pikiran kita begitu dihantui hal-hal yang berkaitan dengan pasangan kita, seperti curiga atau cemburu tak beralasan. Turunnya level serotonin ini juga yang menyebabkan mengapa ketika kita jatuh cinta, wajah si dia selalu terbayang-bayang terus di kepala, dan menjadi terobsesi terhadap si dia. Misalnya terobsesi untuk mendengar suara si dia, maka akan ada dorongan untuk menelponnya berulang-ulang.

Studi lain juga menunjukkan jatuh cinta mempengaruhi sirkuit syaraf di otak yang berhubungan dengan penilaian sosial terhadap orang lain. Fungsi kritis ini ditekan, sehingga orang sering bilang "cinta itu buta". Itulah mengapa pria atau wanita sering menutup mata terhadap kesalahan atau kelemahan pasangannya.

Nah, kalo di pikir-pikir jatuh cinta itu hampir mirip dengan penyakit yaa. Ok, dech cukup sekian episode bedah membedahnya cintanya. Semoga bermanfaat ^^

1 komentar: